BEDAH DAN DISKUSI PUISI
NYANYIAN TANAH AIR
DESKRIPSI PERJUANGAN MENUNTUT KEADILAN
DALAM PUISI TANAH AIR MATA KARYA SUTARDI CALZOEM BACHRI
OLEH
SEMESTER IV KELAS D
DENGAN SEKOLAH MITRA:
KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 2 ENDE
BEDAH PUISI TANAH AIR
MATA
Karya : Sutardji
Calzoem Bachri
Tanah
Air Mata
Tanah airmata
tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah
kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik
gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami
coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang
tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah
terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
A.
Biografi
Pengarang
Sutardji Calzoem Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu,
Riau pada tanggal 24 Juni 1941. Ia adalah anak ke lima dari sepuluh orang
bersaudara. Pada 1985 ia menikah dengan
Maryam Linda. Pendidikan terakhir pada Fakultas Sosial Politik (SOSPOL) jurusan
Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran Bandung, namun tidak selesai.
Selain menempuh jalur pendidikan formal, Sutardji juga telah mengikuti berbagai
program pendidikan non formal seperti peserta Poetry reading International di Rotterdam, Belanda (1974) dan International Writing Program di IOWA
City Amerika Serikat (1975). Ia mulai menulis di media cetak sejak berumur 25
tahun. Pada tahun 1971, sajaknya berjudul “O” yang merupakan kumpulan puisinya
yang pertama, muncul di majalah sastra Horison.
Sutardji Calzoem Bachri pernah bekerja sebagai redaktur di majalah sastra Horison dan majalah mingguan Fokus.
Dalam dunia perpuisian Indonesia sosok
Sutardji Calzoum Bachri sangat fenomenal. Di kalangan para pujangga, ia
digelari ‘Presiden Penyair Indonesia’ dan merupakan salah satu tokoh pelopor
penyair angkatan 70.
Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris oleh Harry Aveling dan diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from the World (Amerika Serikat) dan Westerly Review (Australia).
Karya- karyanya antara lain:
-
Tanah Air mata ( 1991)
-
Batu (1995)
-
Bayangan (1999)
-
Kucing (1995)
-
Mantera (1995)
-
dll
B.
Latar
Belakang Penciptaaan
Dalam
bedah puisi ini, judul puisi yang dipilih adalah “Tanah Air Mata”. Puisi ini
diambil dari kumpulan puisi Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air Karya Sutardji
Calzoem Bachri yang dbuat tahun 1991. Puisi ini diciptakan dengan alasan yang
sangat kuat untuk menguak kenyataan yang terjadi pada masyarakat kecil yang
hidup tak berdaya. Puisi Perjuangan dan
Nyanyian Tanah Air merupakan nafas kepedulian penyair terhadap suara rakyat
kecil yang menjerit dalam derita yang menuntut keadilan.
Puisi
TANAH AIR MATA merupakan rekaman kegelisahan zaman, kejanggalan keadaan,
kemuraman, keprihatinan yang dibahasakan penyair secara lugas. Keprihatinan ini
diungkapkan lewat bahasanya yang khas, memiliki daya pikat, imajinatif,
konotatif, lugas, sarat perenungan dan kaya makna. Pikiran, perasaan,
pengalaman, amanatnya terungkap jelas yakni tentang situasi kehidupan manusia
dan realitas itu sedang terjadi dalam kehidupan zaman ini bahwa antara rakyat
dan pemimpin tetap ada jurang pemisah.
Melalui
kepiawaiannya membuat pilihan kata, pemadatan bahasa, pengimajian menjadikan
puisi Tanah Air Mata sebuah simbol yang berbicara tentang realitas kehidupan rakyat
yang penuh penderitaan akibat kebijakan-kebijakan pemimpin negara.
C.
Analisis
Puisi
Kegiatan menganalisis karya sastra merupakan
hal yang lumrah dilakukan sebagai suatu proses pemaknaan atau pemberian makna
terhadap karya sastra dengan intensitas estetik. Terdapat empat
pendekatan dalam menganalisis atau mengkaji karya sastra, yaitu pendekatan
ekspresif adalah pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran
pengarang sebagai pencipta karya sastra; pendekatan pragmatik adalah pendekatan
yang lebih menitikberatkan pada peranan pembaca sebagai penyambut atau
penghayat sastra; pendekatan mimetik adalah pendekatan yang lebih
berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata; dan pendekatan
objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra
sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik.
Keempat pendekatan tersebut memiliki
konsep yang berbeda-beda, akan tetapi dalam perkembangannya saling melengkapi.
Artinya tidak ada satu model pun yang paling tepat karena karya sastra sebagai
objek kajian hadir sangat beragam dan memiliki tuntutan sendiri-sendiri (Suwondo,
2001:53).
D.
Pendekatan Ekspresif
Dalam menganalisis unsur-unsur fisik kami
gunakan pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif adalah suatu pendekatan yang
berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca
(Aminuddin, 1987:42). Sedangkan menurut Semi (1984) pendekatan ekspresif adalah
pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair
mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif disebut
juga pendekatan emotif.
Cara yang digunakan pengarang dalam
mengekspresikan ide-idenya adalah melalui gaya (style pengarang). Gaya (style
pengarang) dapat dilihat dari: bunyi, irama, diksi, citraan, majas dan
tipografi.
a. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik,
merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi
ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama,
dsb. Bunyi disamping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih
penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan
bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo,
1987:22).
Dari
bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan bunyi-bunyi yang berirama
sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan. seperti pada bait ke-1
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
mata
air airmata kami
airmata tanah air kami
b.
Versifikasi
Dalam
versifikasi terdapat rima, ritme/irama dan metrum. Rima adalah pengulangan
bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Sedangkan
ritme/irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras
lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
irama itu pergantian berturut-turut secara teratur. Metrum atau matra adalah
pengulangan tekanan kata yang tetap.
Dalam puisi timbulnya irama karena perulangan bunyi
berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi.
Begitu juga karena adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata,
ulangan-ulangan bait. Juga disebabkan oleh tekanan-tekanan kata yang bergantian
keras lemah, disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang
pendek kata
Pada puisi ‘Tanah Air Mata’ tidak terdapat metrum. Rima terdapat pada bait ketiga:
di balik gembur subur tanahmu / a /
kami simpan perih kami / b /
di balik etalase megah gedung-gedungmu
/ a /
kami coba sembunyikan derita kami / b /
Ritme pada puisi ini ditemukan karena adanya
parelelisme-paralelisme dan ulangan-ulangan kata, seperti pada bait ke-1 larik
ke-2 dan ke-3
Mata air airmata
kami
airmata tanah
air kami
c.
Diksi
Kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa
sehingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis (Barfield,1952:41). Jadi, diksi itu
untuk mendapatkan kepuitisan dan mendapatkan nilai estetik.
Untuk ketepatan diksi seringkali penyair
menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat,
bahkan meskipun sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih
juga diubah kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada
baris/kalimat yang diubah susunannya atau dihilangkan.
Sajak di atas menggunakan kosa kata
yang biasa dalam pemakaian sehari-hari, kata-kata perbendaharaan dasar hingga
menjadi abadi dalam arti dapat dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau
menjadi kabur maknanya. Penggunaan kata ‘etalase’ pada bait ke-2 larik ke-3
yang berarti jendela kaca.
d.
Bahasa
Figuratif / Majas
Majas adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas untuk menimbulkan
kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi pembaca atau
pendengarnya. Di kajian puisi, majas yang sering digunakan adalah
metafora, metonimia, personifikasi, alegori, simile dan sinekdoke.
Puisi ‘Tanah
Air Mata’ banyak menggunakan majas metafora seperti: / tanah air mata tanah tumpah dukaku / menyanyikan air mata kami / kami
simpan perih kami / kami coba
sembunyikan derita kami / kalian
pijak air mata kami / kalian hinggap
di air mata kami /. Majas personifikasi ditemukan pada bait ke-4 larik ke-3
/ tapi perih tak bias sembunyi / dan
baik ke-5 larik ke-2 / dan udara luas
menunggu /.
e.
Citraan / Imaji
Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk
menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam
pikiran dan penginderaan serta untuk menarik perhatian, penyair juga
menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran). Gambaran-gambaran
angan dalam sajak disebut citraan (imagery). Citraan ini ialah gambar-gambar
dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya (Altenbernd,1970:12). Sedang
setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran-gambaran angan
itu ada bermacam-macam, diantaranya citra penglihatan(visual), citra
pendengaran, citra rabaan dan citra gerak.
Citra gerak terdapat pada bait kelima /
ke manapun melangkah / ke manapun terbang / ke manapun berlayar / kalian arungi air mata kami /. Citra
rabaan terdapat pada bait kedua / disinilah
kami berdiri / pada bait ketiga / kami
simpan perih kami / kami coba
sembunyikan derita kami / pada bait keempat / kami coba kuburkan duka lara /dan bait kelima / kalian pijak airmata kami /. Citra
visual terdapat pada bait ketiga / di
balik etalase megah gedung-gedungmu / pada bait kelima / bumi memang tak sebatas pandang./. sedangkan
citra pendengaran terdapat pada bait kedua / menyanyikan air mata kami/.
Citra rabaan dan citra pendengaran
dikombinasikan pada bait kedua. Citra penglihatan dan rabaan dikombinasikan
pada bait ketiga. Pada bait keempat
terdapat kombinasi citra rabaan, citra penglihatan dan citra gerak. Sedangkan
pada bait kelima terdapat kombinasi citra penglihatan, citra rabaan dan citra
gerak.
f.
Tipografi
Tipografi
adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu
yang dapat diamati secara visual (Aminuddin, 1987:146). Sebagai bentuk fisik
puisi, tipografi memiliki beberapa fungsi: (1) menampilkan aspek artitis
visual, (2) menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu, (3) menunjukkan
adanya lonjakan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu
yang ingin dikemukakan penyairnya.
Dari segi
tipografi puisi ‘Tanah Air Mata’ memiliki bentuk biasa saja, sama dengan bentuk
puisi pada umumnya. Puisi ini terdiri dari 5 bait dan jumlah larik dalam setiap
bait tidak sama.
E.
Pendekatan Objektif
Analisis unsur
bathin dilakukan dengan pendekatan objektif. Pendekatan Objektif adalah
pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang
otonom dengan koherensi intrinsik. Semi (1993:67) menyebutkan bahwa Pendekatan objektif
dinamakan juga pendekatan strukturalisme, pendekatan formal atau pendekatan
analitik.
Struktur bathin
puisi adalah kandungan makna yang tersirat dalam puisi sehingga pesan atau
maksud penyair sampai kepada pembaca. Struktur ini ada empat yaitu: (1) tema
(sense), (2) perasaan penyair (feeling), (3) nada dan suasana serta (4) amanat
(intention).
a. Tema
Tema adalah gagasan pokok yang
dikemukakan penyair lewat karyanya.gagasan itu begitu menggebu dalam diri
penyair sehingga menjadi landasan proses penciptaan puisinya. Pokok pikiran
tersebut biasa berupa pengalaman maupun pengetahuan yang menyentuh lubuk hati
pnyair yang paling dalam.
Tema dari puisi
‘Tanah Air Mata’ di atas adalah Perjuangan
Menuntut Keadilan.
b.
Perasaan
(feeling)
Perasaan dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkanya
Puisi ini menggambarkan perasaan benci
dan ketidakpuasan penyair terhadap tindakan
dan kebijakan pejabat-pejabat tinggi negara dalam menjalankan pemerintahan, dimana
mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok dari pada
kepentingan rakyat. Ini dapat dilihat pada bait kelima / ke mana melangkah / kalian
pijak air mata kami /. ”kalian” yang dimaksud dalam puisi ini adalah ‘pejabat-pejabat
tinggi negara’, sedangkan airmata kami
secara konotasi bermakna ‘penderitaan rakyat’.
c.
Nada
dan suasana
Sikap penyair sebagaimana yang
diuraikan dalam perasaan penyair tidak hanya tertuju pada pokok pikiran yang
ditampilkannya,akan tetapi dapat ditujukan kepada pembaca.
Nada yang ditunjukkan dalam puisi ini adalah nada sinis yang
muncul akibat kebencian dan ketidakpuasan penyair terhadap pemerintah, hal ini
dapat dilihat pada bait kelima / ke
manapun terbang / kalian kan hinggap
di air mata kami /. Suasana yang timbul dari puisi ini adalah suasana
terharu.
d.
Amanat
( Pesan )
Pesan yang
disampaikan dalam puisi ini adalah keadilan. kita sebagai generasi muda harus
menegakkan keadialan, dan harus memiliki sikap yang bertanggung jawab, bijaksana,
adil demi tercapainya tujuan bangsa
yakni masyarakat yang adil dan makmur.
F.
Kesimpulan
Dengan pendekatan ekspresif disimpulkan bahwa puisi ‘Tanah
Air Mata karya Sutardji Calzoem Bachri memiliki keindahan dari segi bunyi,
irama, diksi, majas, gaya bahasa, dan citraan. Sedangkan dari segi tipografinya
biasa saja. Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan
bunyi-bunyi yang berirama sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan. Sajak di
atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-hari, kata-kata
perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat dipahami sepanjang
masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya. Majas yang
digunakan dalam puisi ini berupa majas personifikasi, namun pada umumnya banyak
menggunakan majas metafora. Penggunaan citraan memuncak pada bait keempat dan
kelima yaitu kombinasi citra rabaan, citra penglihatan dan citra gerak pada
bait keempat, sedangkan pada bait kelima terdapat kombinasi citra penglihatan,
citra rabaan dan citra gerak.
Melalui pendekatan objektif puisi “Tanah Air Mata”,
bercerita tentang kesengsaraan rakyat di tanah airnya sendiri, tanah air yang
dikuasai oleh segelintir orang (dipersonifikasikan dengan karakter pejabat)
yang dengan semena-mena berusaha menguasai tanah air tersebut dan
menutup-nutupi kesengsaraan dibalik kekayaan dan keberhasilan tanah air
tersebut. Walaupun sudah diperlakukan dengan kejam oleh pejabat, rakyat tetap
terus berteriak menyuarakan menuntut keadilan.
Dengan menggunakan pendekatan mimetik secara garis besar, puisi “Tanah Air Mata”
yang dibuat pada tahun 1991 merupakan representasi atau gambaran keadaan
Indonesia pada masa kini, misalnya
kesenjangan dalam bidang hukum (pejabat yang korupsi tidak dihukum malah
dibiarkan bebas begitu saja, sedangkan seorang rakyat biasa yang mencuri sandal
dijatuhi hukuman penjara). Di bidang sosial politik yaitu pejabat atau pemerintah mengubar janji akan
mensejahterakan rakyat tetapi dengan kenyataan yang ada sekarang banyak rakyat kecil yang terlantar.
Kehidupan masyarakat di kota besar lebih baik dibandingkan masyarakat pedesaan
dimana belum adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti
pertelekomunikasian, perhubungan dll. Dalam bidang pendidikan yaitu
fasilitas di daerah terpencil masih kurang memadai bahkan belum semua masyarakat
dapat mengenyam pendidikan karena faktor ekonomi keluarga dan ketiadaan sarana
pendidikan. Bagi siswa/mahasiswa terbebani karena sering mengalami banyak tugas atau pekerjaan
yang sudah dikerjakan ditolak para guru/dosen dan dikembalikan dengan catatan
untuk perbaikan Dalam bidang pertanian dan perkebunan tingkat pendapatan rakyat
banyak yang menurun akibat kebijakan pemerintah untuk mengimpor hasil-hasil
pertanian maupun perkebunan dari negara lain.
Kelak Puisi Menjadi Sebuah Pagi
Sejuk, embun di tiap pucuk huruf membasuh bibirmu,
Ingin kau seka, saya bilang jangan
sebab ia bukan airmata, itu sembab rindu
biarkan menjadi embun
menitik ke degup jantung daun-daun.
Menyegarkan harimu, mendebarkan hatimu
menyebar pendar teduh dimatamu.
Maka ketika kau memandangku
ada pagi begitu abadi.,
| Seorang burjuis berdiri sendirian. |
| Semalam di suatu kampung